Tempo Doeloe

Tempo Doeloe
Yang luput dari perhatian umum

Sabtu, 29 Juni 2013

MOROTAI : RIWAYATMU DULU








Pulau Morotai  di wilayah Maluku Utara sepintas tidak berbeda dengan pulau- pulau kecil yang banyak tersebar di Indonesia.  Namun pulau mini yang berada di tepi Samudra Pasifik ini memiliki nilai historis tinggi bukan hanya bagi bangsa Indonesia tapi juga dunia.

Pada periode Perang Dunia II ( 1944 – 1945 ) pulau ini menjadi saksi bisu kepiawaian Sang Jendral Besar Pihak Sekutu Jendral Douglas Mac Arthur dalam menyusun strategi perang yang terkenal dengan istilah strategi lompat katak untuk menggulung kekuatan Balatentara Dai Nippon di wilayah itu.

Tepat tanggal 15 September 1944, diawali dengan tembakan-tembakan meriam dan serangan udara selama 2 jam penyerbuan ke Morotai dilakukan dari Biak. Dan pada pukul 08.30 pagi pantai Morotai berhasil  dikuasai.  Pasukan pendudukan Jepang mundur ke bukit-bukit, karena memang kekuatan pasukan Sekutu 100 kali kekuatan Pasukan Jepang yang bertahan di Morotai. Satu demi satu desa-desa seperti Totodoku, Baru, Gotatalamo, dan Jubod, serta kampung kampung sepanjang Sungai Sabatai di Pulau Morotai segera dikuasai Sekutu.

Tidak kepalang tanggung, Sang Jendral Besar Sekutu itu memindahkah markasnya dari Hollandia (Jayapura) ke Morotai dan memboyong semua kekuatan tempur ABDACOM
(Australian British Dutch and America Command)  dalam rangka persiapan sasaran berikutnya di kepulauan Formosa (Filipina). 









Dan untuk persiapan penyerbuan ke Filipina,  Jendral Mac Arthur membangun landasan pesawat terbang di Morotai yang dikenal dengan sebutan Pitoe Airstrip.  Pulau itu juga menjadi armada miilter terbesar untuk 150 kapal perang dengan pasukan infantri beberapa  resimen dan divisi dari berbagai Negara.   Langit Morotai pun di dipenuhi beragam jenis pesawat tempur yang tercanggih di masanya yang akhirnya menghantarkan pihak sekutu sebagai pihak pemenang perang dunia II.
Tahun 1962, Jejak Morotai kembali mencuat  saat Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung karno mencetuskan niatnya untuk mengusir antek imperialisme yang masih bertengger  di bumi Irian Barat. Maka operasi pembebasan Irian Barat melalui operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) pun digelar, Dan pulau Morotai kembali memegang peran utama dengan dijadikannya pulau itu sebagai  pusat pangkalan Udara Tentara Nasional.  Morotai dipakai sebagai titik kumpul pesawat-pesawat Pembom Strategis TU-16 AURI dan pesawat tempur MIG-17 AURI dalam rangka persiapan penyerbuan Pulau Biak di Irian Barat.  Pada operasi inilah Indonesia mengerahkan seluruh kekuatan armada perangnya yang kala itu sangat ditakuti di wilayah selatan.  Namun Operasi besandi Djajawidjaja batal, Belanda dan Indonesia sepakat melakukan gencatan senjata, dan Irian Barat kembali kepangkuan Ibu Pertiwi melalui diplomasi di PBB.